Thursday, December 15, 2011

Kafir Tanpa Sadar, membawa Paham Takfir

KAFIR 0 TANPA SADAR

Oleh :
Al-Ustadz ‘Abdurrahman Thayyib, Lc.
Courtesy of Majalah adz-Dzakhirah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
tentang ciri-ciri Khawarij :

"Akan muncul di akhir zaman sekelompok orang yang masih
ingusan dan bodoh. Mereka membaca Al-Qur'an, namun
iman mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka.
Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah
dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka,
maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan
tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada
hari kiamat". [HR. Bukhari 6930]

Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan
oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan
sebuah ayat Al-Qur'an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu
dan kebodohan mereka, ayat itu adalah :

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir." [QS. Al-Maidah : 44]
Inilah ucapan para ulama tentang hal di atas :

1- Imam al-Hafidz Abu Bakar Muhammad bin al-Husein al-
Ajurri Rahimahullahu berkata :

'Diantara syubhat Khawarij adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44] Mereka membacanya
bersama firman Allah :

"..namun orang-orang yang kafir mempersekutukan
(sesuatu) dengan Tuhan mereka". (QS. Al-An’am : 1).

Apabi la mereka melihat seorang hakim yang tidak
berhukum dengan kebenaran, mereka berkata : Orang ini
telah kafir dan barangsiapa yang kafir, maka dia telah
mempersekutukan Tuhannya. Oleh karenanya, para
pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik'.1

2- Abu Umar Ibnu Abdil Barr Rahimahullahu berkata :

'Telah tersesat sekelompok ahli bid’ah dari golongan
Khawari j dan Mu’tazi lah dalam bab ini . Mereka berdali l
dengan atsar-atsar ini dan yang semisalnya untuk
mengkafirkan orang-orang yang berbuat dosa. Mereka
berhujjah dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an bukan secara
dzohirnya, seperti firman Allah ta’ala :

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44]'.2

3- Al-Jashshash Rahimahullahu berkata :

'Khawari j telah mentakwi lkan ayat ini untuk mengkafirkan
orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski
tanpa adanya pengingkaran'. 3

4- Syaikhul Islam, Hujjatu ahlussunnah wal jama’ah, al-
Imam al-‘Allamah Abu Muzhoffar as-Sam’ani Rahimahullahu
berkata :

'Ketahui lah, bahwa Khawari j berdali l dengan ayat ini
untuk mengatakan : Barang siapa yang tidak berhukum
dengan hukum Allah maka dia kafir. Tapi ahlussunnah
berkata : Dia tidak kafir dengan hanya meninggalkan
hukum (Allah)'.4

5- Al-Imam al-Qodhi Abu Ya’la Rahimahullahu berkata :
'Khawari j berhujjah dengan firman Allah ta’ala :

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44].

Dzohirnya dali l mereka ini mengharuskan pengkafiran
para pemimpin-pemimpin yang dzolim, dan ini adalah
perkataan Khawari j. Padahal yang dimaksud oleh ayat ini
adalah orang-orang yahudi '5.

6- Abu Hayyan Rahimahullahu berkata:

'Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan
bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir.
Mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash pada setiap
orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bahwa
dia itu kafir'.6

7- Abu Abdillah al-Qurthubi menukil perkataan al-Qusyairi:

'Madzhabnya Khawarij adalah, barangsiapa yang
mengambi l uang suap dan berhukum dengan selain
hukum Allah maka dia kafir'.7

Sungguh benar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahwa kelompok Khawarij ini
akan senantiasa muncul hingga akhir zaman nanti. Dan
tidak ada yang lebih membuktikan akan hal tersebut disaat
ini terutama di Indonesia, melainkan munculnya buku yang
berjudul "Kafir tanpa Sadar"8 yang ditulis oleh Syaikh Abdul
Qadir bin Abdul Aziz9, yang masih misterius identitasnya.

Siapakah dia sebenarnya ?!

Penulis misterius ini mengatakan dalam (hal. 16-19) :

'Urgensi ini dapat kita pahami , jika kita memahami bahwa
negeri-negeri yang diperintah berdasar undang-undang
buatan manusia –sebagaimana keadaan berbagai negeri
kaum Muslimin pada hari ini- mempunyai dampak hukum
yang sangat berbahaya, yang harus diketahui setiap
Muslim. Ini agar orang yang binasa, menjadi binasa karena
i lmu; dan orang yang hidup, menjadi hidup karena i lmu.
Diantara hukum-hukum tersebut ialah :

1. Sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri tersebut
kafir kufr akbar, yang berarti keluar dari Islam.

2. Para hakim di negeri tersebut adalah kafir dengan kufr
akbar, yang dengan demikian, haram hukumnya bekerja
menjadi hakim. Dali l atas kafirnya para penguasa dan
hakim tersebut diatas adalah firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala : "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang
yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44]

3. Sesungguhnya, tidak boleh berhukum atau
menyelesaikan perkara pada berbagai pengadi lan di negerinegeri
itu, juga tidak boleh melaksanakan keputusankeputusannya.
Barangsiapa dengan sukarela, berhukum
pada undang-undang mereka maka dia juga kafir.

4. Sesungguhnya, anggota lembaga perundang-undangan
(dewan legislati f) di negeri-negeri itu –seperti parlemen,
dewan perwaki lan rakyat, dan yang serupa dengannyamereka
kafir kufr akbar. Sebab, merekalah yang
mengesahkan berlakunya undang-undang kafir ini ,
merekalah yang membuat undang-undang yang baru.

5. Sesungguhnya, orang-orang yang ikut memi lih anggota
parlemen itu, mereka kafir secara kufr akbar. Sebab,
dengan memi lih anggota parlemen, mereka telah
menjadikan anggota parlemen itu sebagai rabb-rabb yang
membuat undang-undang selain Allah. Karena, yang
di jadikan dasar adalah hakikat sesuatu, bukan namanya.

Dan, semua orang yang mengajak atau memberi motivasi
untuk mengikuti pemi lihan itu pun kafir. Dali l atas
kafirnya para waki l rakyat (anggota parlemen) adalah
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain
Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan Allah? " [QS. Asy-Syuura : 21]….

6- Sesungguhnya, haram hukumnya membaiat para
penguasa seperti itu….

7- Sesungguhnya, para tentara yang menjadi pembela
negeri kafir tersebut adalah orang-orang kafir yang kufr
akbar…

8- Sesungguhnya, tiada kewajiban bagi seorang muslim
untuk mentaati para penguasa tersebut…

9- Sesungguhnya, negeri yang menggunakan undangundang
kafir adalah daru kufrin (negeri kafir)10…'

Sungguh kejam dan kejinya ucapan orang ini ! Mungkin
tidak ada seorang muslim yang tersisa di muka bumi ini,
melainkan dia saja. Mulai dari penguasa/presiden sampai
kepada tentaranya, mungkin juga pak hansip tidak luput
dari takfirnya ini. Dan yang sangat disayangkan lagi, buku
yang bernuansa dan berciri khas Khawarij yang kejam ini
diberi kata pengantar dan rekomendasi oleh seorang ketua
MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Ustadz Abu Bakar
Ba'asyir –semoga Allah memberinya hidayah-.

Beliau mengatakan dalam kata pengantar (hal 8) :

'Oleh karena itu, saya sangat mendukung kalau kitab al-
Jami' karya Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz itu
diterjemahkan dan diterbitkan, terutama Bab Imam11 dan
Kufur yang akan diterbitkan ini . Saya menganjurkan pada
umat Islam, agar membaca buku ini dengan benar,
terutama para pelajar dan mahasiswa, baik pesantren,
madrasah dan sekolah umum, sehingga mereka
memahami benar perbedaan antara iman dan kafir. Sebab
ini merupakan persoalan yang sangat penting dan
mendesak. Sehingga kami pun menjadikan buku ini
sebagai kajian rutin di pondok'.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, buku yang penuh dengan
bala'/bencana ini dijadikan kajian rutin di pondok ?! Jadi
apakah para santrinya nanti ?! Pengibar bendera Khawarij
ataukah para takfiriyun (tukang vonis kafir) ?!

Tidakkah pak Ustadz sadari, bahwa dengan merekomendasi
buku ini, justru menjadi boomerang bagi pak Ustadz
sendiri. Bukankah pak Ustadz pernah berhukum atau
menyelesaikan perkara pada pengadilan di negeri ini, yang
tidak berhukum dengan hukum Allah ?! Bukankah pak
Ustadz ketika menjadi warga negara Indonesia, minimal
pernah mematuhi peraturan negara atau membayar pajak
negara, atau yang lainnya ?! Berarti pak Ustadz
menjalankan selain hukum Allah ?! Bukankah semua ini
berarti, mengkafirkan (diri sendiri) tanpa sadar ?!

Jika engkau tidak tahu maka ini musibah
Dan apabila engkau sudah tahu maka musibahnya lebih
parah

Terlebih lagi diantara konsekwensi hal diatas dari sisi
hukum hijrah, seperti yang dikatakan dalam (hal 24) :

"Orang beriman wajib berhi jrah dari lingkungan orangorang
kafir dengan sekuat kemampuan yang dimi liki…".

Kenapa pak Ustadz tidak hijrah saja dari negeri ini, yang
tidak berhukum dengan hukum Allah ?! Bukankah negeri
ini kafir dan di huni oleh orang-orang kafir, menurut buku
panduan pak Ustadz ?!

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan
apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan". [QS. Ash-Shaf : 2-3]

Jika penulis berdalil dengan ayat 21 dari surat asy-Syuura,
untuk mengkafirkan orang-orang yang ikut memilih anggota
perlemen, dikarenakan mereka telah menjadikan anggota
parlemen itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang
undang selain Allah, seperti dalam point 5. Maka
selayaknya juga, dia mengkafirkan orang-orang yang
berbuat bid'ah, seperti orang-orang yang merayakan maulid
Nabi, dzikir berjamaah, tahlilan, karena mereka juga
menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu dalam
membuat syariat.

Inti kesalahan dan kesesatan Khawarij serta yang lainnya
adalah kekeliruan dalam memahami/mentafsirkan ayat al-
Qur'an. Imam Ibnu Abil 'Izzi Rahimahullahu mengatakan :
'Kejelekan/kekeliruan dalam memahami apa yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya, merupakan sumber segala
bentuk bid'ah dan kesesatan yang muncul dalam agama
Islam. Dan ini merupakan pangkal kesalahan dalam
masalah ushul (prinsip) atau furu' (cabang), terlebih lagi
jika ditambah dengan adanya niat yang jelek. Wallahu al'-
Musta'an'.12


Penulis 'Kafir Tanpa Sadar' tidak sadar telah menyelisihi
penafsiran para ulama salaf tentang ayat surat al-Maidah
ayat 44 diatas, baik dari kalangan sahabat, tabi'in dan
tabi'ut tabi'in serta ulama ahlussunnah setelah mereka.
Inilah ucapan mereka tentang hal ini, dan silahkan para
pembaca menghukumi sendiri, siapa yang salah dalam
menafsirkan, sipenulis dan yang memberi rekomendasi
ataukah para ulama salaf ?! :

1. Ali bin Abi Tholhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
tentang tafsir firman Allah ta'ala : "Barangsiapa yang
tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". (QS.Al-
Maidah : 44). Beliau berkata :

"Barangsiapa yang mengingkari hukum Allah, maka dia
kafir. Dan barangsiapa yang mengikrarkannya, tapi tidak
berhukum dengannya maka dia itu dzolim dan fasik."13

2. Thawus berkata dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya :

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir." (QS.Al-Maidah : 44).    Beliau berkata :

"Bukan kekafiran yang mereka maksudkan". Dan lafadz
yang lain : "Kekafiran yang tidak mengeluarkan dari
agama". Dan dalam lafadz yang lain : "Kufrun duuna
kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna fisqin".

Dan dalam lafadz yang lain juga : "Itu menyebabkan kufur,
tapi tidak seperti orang yang kafir kepada Allah, para
malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya".14


3. Thawus berkata :

"Bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama".15


4. Berkata Ibnu Thawus :

"Bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya".16


5. Atha' berkata :

"Kufrun duuna kufrin, dzulmun duuna dzulmin dan fisqun
duuna fisqin".17
6. Ali bin Hasan berkata :

"Kekafiran, tapi tidak seperti kufur syirik. Dan kefasikan,
tapi bukan kefasikan syirik. Dan kedzaliman, tapi bukan
kedzaliman syirik".18


7. Isma'il bin Sa'id berkata : Aku bertanya kepada Imam
Ahmad tentang ayat : "Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS.Al-
Maidah : 44). Aku bertanya apa itu kekafiran ? Beliau
menjawab :

Kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama.19
Dan ketika Abu Daud as-Sajistani20 bertanya kepada
beliau tentang firman Allah : "Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS.Al-
Maidah : 44). Beliau menjawab dengan ucapan Thawus
dan Atha' yang telah disebutkan diatas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan di dalam
"Majmu Fatawa" (7/254) dan murid beliau Ibnul Qoyyim
al-Jauziyah dalam "Hukmu Tarikhish Sholah" (59-60),
bahwasanya Imam Ahmad Rahimahullahu ditanya
tentang kekafiran yang tercantum dalam surat al-
Maidah tersebut, maka beliau mengatakan kekafiran
yang tidak mengeluarkan dari agama, seperti keimanan
tanpa sebagiannya. Demikian pula dengan kekafiran
hingga datang suatu hal yang tidak diperselisihkan lagi.

8. Mujahid berkata tentang tiga ayat ini (Surat al-Maidah :
44, 45 dan 47) :

"Barangsiapa yang meninggalkan berhukum dengan
hukum Allah dalam keadaan dia menolak al-Qur'an maka
dia kafir, dzolim dan fasik"21.

9. Ikrimah Rahimahullahu berkata :
"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah
dalam keadaan juhud/ingkar terhadapnya, maka dia telah
kafir. Dan barangsiapa yang mengikrarkan (akan wajibnya
berhukum dengan hukum Allah-pent) tapi dia tidak
menjalankannya, maka dia dzolim dan fasik"22.

10.Khazin Rahimahullahu berkata dalam "Tafsir"nya
(1/310 –ringkasan) :
"Ini adalah perkataan Ibnu Abbas, dan juga pi lihannya az-
Zujaj)23.

11.Imam Muhammad bin Jarir ath-Thobari Rahimahullahu
-syaikhnya Ahli tafsir- berkata dalam "Jami'ul Bayan"
(6/166-167) :

"Yang lebih benar dari perkataan-perkataan ini menurutku
adalah, perkataan orang yang mengatakan bahwa ayat ini
turun pada orang-orang kafir dari ahli kitab, karena yang
sebelum dan sesudahnya bercerita tentang mereka.
Merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini , dan konteks
ayat ini juga mengabarkan tentang mereka, keberadaan
ayat ini sebagai kabar tentang mereka lebih utama.
Jika dikatakan : Sesungguhnya Allah ta'ala menjadikan
ayat ini umum bagi setiap yang tidak berhukum dengan
hukum Allah, bagaimana anda bisa menjadikannya
khusus ?
Maka di jawab : Sesungguhnya Allah menjadikannya umum
tentang suatu kaum yang mereka itu mengingkari hukum
Allah yang ada dalam kitab-Nya (al-Qur'an). Maka Allah
mengabarkan tentang mereka, bahwa dengan sebab
mereka meninggalkan hukum Allah mereka menjadi kafir.
Demikian juga, bagi mereka yang tidak berhukum dengan
hukum Allah dalam keadaan mengingkarinya maka dia
kafir, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas.
Karena dia telah mengingkari hukum Allah setelah dia
mengetahui bahwa Allah telah menurunkan hukum
tersebut, maka hal ini sama dengan pengingkaran kepada
kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
setelah pengetahunnya tentang beliau."

12.As-Sam'ani Rahimahullahu berkata dalam "Tafsir Al-
Qur'an" (2/24) : " "Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44),
Al-Bara' bin 'Azib berkata –dan ini adalah ucapan al-
Hasan- : "Ayat ini untuk orang-orang musyrikin". Abdullah
bin Abbas berkata : "Ayat ini untuk kaum muslimin". Yang
beliau maksud adalah kufur duuna kufrin. Dan
ketahui lah, bahwa orang-orang Khawari j berdali l dengan
ayat ini , mereka mengatakan : "Barangsiapa yang tidak
berhukum dengan hukum Allah, maka dia kafir.
Sedangkan ahlussunnah berkata : "Dia tidak kafir, hanya
karena meninggalkan hukum (Allah)". Ayat ini ada dua
penafsiran : Yang pertama maknanya bahwa orang yang
tidak berhukum dengan hukum Allah dalam keadaan
menolak dan juhud/mengingkari , maka dia kafir. Yang
kedua maknanya, orang yang tidak berhukum dengan
semua hukum Allah maka dia kafir. Orang kafir adalah
yang meninggalkan semua hukum Allah, berlainan dengan
orang muslim".

13.Ibnul Jauzi Rahimahullahu berkata dalam "Zaadul
Masiir" (2/366-367). :

"Yang dimaksud dengan kekafiran dalam ayat tersebut ada
dua : Dia kafir kepada Allah dan dia kufur dengan hukum
tersebut, tapi tidak sampai mengeluarkan dari agama.
Kesimpulannya : Barangsiapa yang tidak berhukum
dengan hukum Allah dalam keadaan juhud/mengingkari
akan kewajiban (berhukum) dengannya, padahal dia
mengetahui bahwa Allahlah yang menurunkannya, seperti
yang di lakukan orang-orang Yahudi , maka orang ini kafir.
Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum
Allah, karena hawa nafsu tanpa adanya pengingkaran
maka dia dzolim dan fasik. Dan telah diriwayatkan oleh Ali
bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas, bahwa beliau berkata :
"Barangsiapa yang juhud/mengingkari hukum Allah, maka
dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengikrarkannya,
tapi tidak berhukum dengannya maka dia itu dzolim dan
fasik."

14.Berkata Al-Baghawi Rahimahullahu dalam "Ma'alimut
Tanzil" (2/41) :

"Para ulama berkata : "Ini jika dia membantah hukum
Allah dalam keadaan terang-terangan dan sengaja. Adapun
yang masih tersembunyi baginya atau salah dalam
penafsiran, maka dia tidak (kafir)"."

15.Abu Bakr al-Jashshaash Rahimahullahu berkata dalam
"Ahkamul Qur'an" (2/439) :

"Firman Allah ta'ala : "Barangsiapa yang tidak berhukum
dengan apa-apa yang diturunkan Allah maka mereka itu
adalah orang-orang kafir", ti dak terlepas maksudnya dari
kufur syirik dan juhud/pengingkaran, atau kufur nikmat
tanpa adanya pengingkaran. Bi la maksudnya adalah
pengingkaran terhadap hukum Allah atau dia berhukum
dengan selainnya dan telah dikabarkan bahwa itu adalah
hukum Allah, maka ini adalah kekafiran yang
mengeluarkan dari Islam, dan pelakunya murtad jika
sebelumnya dia muslim.

Oleh karena itulah, sebagian orang mengatakan bahwa
ayat ini turun pada Bani Israi l dan berlaku untuk kita.
Maksudnya adalah : "Sesungguhnya orang yang
mengingkari (wajibnya) berhukum dengan hukum Allah,
atau dia berhukum dengan selain hukum Allah kemudian
dia berkata : "Ini adalah hukum Allah”, maka dia kafir
seperti kafirnya Bani Israi l ketika mereka berbuat hal itu.
Dan jika maksudnya adalah kufur nikmat, maka hal itu
terjadi karena tidak adanya rasa syukur terhadapnya,
tanpa adanya pengingkaran maka pelakunya tidaklah
keluar dari Islam. Tapi yang lebih jelas adalah makna yang
pertama, karena kemutlakkan nama kufur terhadap orang
yang tidak berhukum dengan hukum Allah."

Mengkafirkan para penguasa yang tidak berhukum dengan
hukum Allah secara mutlak, tanpa perincian adalah metode
Khawarij, sejak dahulu hingga sekarang, seperti yang
dilakukan oleh si penulis "Kafir Tanpa Sadar", yang tidak
sadar akan kesesatannya ini. Dan seperti yang dia
dikatakan sendiri pada (hal 68) :

'Adapun Khawari j, mereka menganggap kafir sesuatu yang
bukan kekafiran, seperti dosa besar yang tidak sampai
kepada tingkatan kafir'.

Ini adalah ucapannya yang dia tujukan untuk dirinya
sendiri tanpa dia sadari. Allahul Musta'an.
Syubhat dan Jawaban

1- Dia mengatakan dalam (hal. 212) : 'Setiap kekafiran yang
diungkapkan dengan isim ma'rifah maka maksudnya adalah
kufr akbar, dan semua pendapat yang menguatkannya
sebagai kufrun duuna kufrin adalah pendapat yang salah.'
Jawaban :
Kaidah ini adalah hasil rekayasa pemikiran dan hawa
nafsunya. Ini adalah kaidah bid'ah yang tidak pernah
diungkapkan oleh para ulama salaf. Dan hal ini jelas-jelas
menyelisihi penafsiran mereka terhadap kata ون ا (yang
menggunakan isim ma'rifah -alif dan lam-) dalam surat al-
Maidah 44 diatas, yang bisa jadi kekafiran tersebut kufur
ashgar/kecil atau akbar/besar, tergantung keadaan
orangnya.
Ucapannya :
'…dan semua pendapat yang menguatkannya sebagai
kufrun duuna kufrin adalah pendapat yang salah.'
Masya Allah, beraninya dia mengatakan seperti itu !
Sadarkah dia bahwa dengan ucapannya itu dia telah
menyatakan bahwa dirinya lebih benar dari para ulama
salaf ?! Maka renungkan ucapan hikmah ini :

Setiap kebaikan adalah dengan mengikuti (ulama) salaf
Dan setiap kejelekan itu ada pada bid'ahnya orang-orang
khalaf/belakangan
Dengan ucapannya ini pula dia telah memproklamirkan
kebodohan dirinya terhadap penafsiran ulama salaf dan
penyelisihannya terhadap mereka, dengan sadar atau tidak.
Oleh karenanya, dalam bukunya ini dia tidak mau menukil
ucapan para ulama tafsir tentang ayat tersebut.

2- Orang ini mengatakan dalam (hal. 212) : 'Di sini
cukuplah bagi anda, perkataan Abu Hayyan al-Andalusi,
dalam tafsirnya "Al-Bahr Al-Muhith" : 'Ada yang mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah kufur nikmat. Pendapat ini
lemah karena kekafiran jika diungkapkan secara mutlak
(lepas) maka yang dimaksud adalah kufur di dalam din'.

Jawaban :
Penulis misterius ini ingin mengelabuhi para pembaca,
seolah-olah dengan dia menukil sepotong dari ucapan Abu
Hayyan ini dapat menguatkan aqidah Khawarijnya. Orang
ini tidak mau menukil ucapan Abu Hayyan yang lain dalam
tafsirnya terhadap surat al-Maidah 44, dikarenakan dia

sadar hal tersebut bisa meruntuhkan aqidah Khawarijnya
dan kaidah yang dia buat. Sungguh benar apa yang
dikatakan oleh Imam Waqi' Rahimahullahu :

'Para ulama menyebutkan apa yang sesuai dan apa yang
tidak sesuai dengan mereka, sedangkan ahli ahwa'
(pengekor hawa nafsu), tidaklah mereka menulis kecuali
yang hanya sesuai dengan mereka'.

Inilah teks ucapan Abu Hayyan Rahimahullahu tentang
tafsir ayat diatas :

'Dzahir ayat ini umum, mencakup umat ini dan selainnya
dari orang-orang sebelum mereka, meskipun konteksnya
untuk orang-orang Yahudi . Yang berpendapat bahwa ayat
ini umum untuk orang-orang yahudi dan selain mereka
adalah Ibnu Mas'ud, Ibrahim, Atha' dan sekelompok dari
(para ulama salaf). Akan tetapi , itu kufrun duuna kufrin,
dzulmun duuna dzulmin dan fisqun duuna fisqin, dan
maksudnya adalah kekafiran seorang muslim tidak seperti
kekafiran orang yang kafir, demikian pula dengan
kedzaliman dan kefasikannya yang tidak mengeluarkannya
dari agama, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas
dan Thawus.

Abu Mijlaz berkata :
Ayat ini khusus bagi orang-orang Yahudi dan Nashara dan
orang-orang Musyrik, kepada merekalah ayat ini
diturunkan.

Dan ini juga dikatakan oleh Abu Shaleh, beliau
mengatakan:
'Bukan ditujukan untuk (umat) Islam sedikitpun'.
Diriwayatkan suatu hadits dari al-Bara' dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahwasanya ketiga ayat
tersebut untuk orang-orang kafir. Ikrimah dan Adh-
Dhahhak berkata :
Ayat tersebut untuk ahli kitab.
Hal ini juga dikatakan oleh Ubeidullah bin Abdullah bin
'Utbah bin Mas'ud. Abu Ubeidah menyebutkan ucapanucapan
ini, dan dia berkata :
Sesungguhnya sebagian orang mentakwi lkan ayat-ayat ini
bukan pada tempatnya. Tidaklah ayat-ayat ini diturunkan
kecuali kepada dua golongan dari orang-orang Yahudi
yaitu Bani Quraizhah dan An-Nadhir.

Dan beliau sebutkan kisah pembunuhan diantara mereka.
Al-Hasan berkata :
Ayat-ayat ini turun kepada orang-orang Yahudi . Dan ini
adalah kewajiban bagi kita. Pernah Hudzai fah ditanya :
Apakah ayat-ayat ini ditujukan kepada bani Israi l ? beliau
menjawab : Sebaik-baik saudara bagi kalian adalah bani
Israi l. Jika bagi kalian semuanya manis, tapi bagi mereka
semuanya pahit. Sungguh kalian akan mengikuti jejak
mereka sedikit demi sedikit.

Dan dari Ibnu Abbas dan ini dipilih oleh Ibnu Jarir :
Sesungguhnya 'Al-Kafirin', 'Adz-Dzalimin' dan 'Al-Fasiqin',
adalah ahli kitab.

Dan dari Ibnu Abbas pula, beliau berkata :
'Sebaik-baik kaum adalah kalian, apa yang manis maka itu
untuk kalian dan jika pahit maka itu untuk ahli kitab.
Barangsiapa yang juhud/mengingkari hukum Allah
maka dia kafir, dan barangsiapa yang tidak berhukum
dengannya, sedangkan dia masih meyakini , maka dia
dzalim dan fasik.

Dan dari Sya'bi :
Al-Kafirun untuk orang-orang Islam, Adz-Dzalimun untuk
orang-orang Yahudi dan Al-Fasiqun untuk orang-orang
Nashara. Seolah-olah beliau mengkhususkan yang umum
dengan apa yang berikutnya…
az-Zamkhsyari berkata :

'Firman-Nya ("Barangsiapa yang tidak berhukum dengan
apa-apa yang diturunkan Allah) dalam keadaan menghina,
maka mereka kafir, dzalim dan fasik. Ini adalah si fat
pembangkangan mereka dalam kekafiran, ketika mereka
mendzalimi ayat-ayat Allah dengan pelecehan dan
penghinaan. Mereka menentang dengan berhukum dengan
selain hukum Allah.

As-Sudi berkata :
Barangsiapa yang menyelisihi hukum Allah dan
meninggalkannya dengan sengaja dan dia melampaui
batas, sedang dia mengetahui itu hukum Allah, maka dia
kafir dengan sebenarnya, dan maksudnya adalah karena
juhud, maka ini adalah kekafiran yang merupakan lawan
dari keimanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Abbas : Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk
mengkafirkan setiap pelaku maksiat kepada Allah.
Mereka mengatakan : Ayat ini sebagai nash bahwa
setiap yang berhukum dengan selain hukum Allah,
maka dia kafir. Dan setiap yang berbuat dosa, maka dia
telah berhukum dengan selain hukum Allah, maka dia
kafir…'24


3- Orang ini mengatakan dalam (hal 214) : "Ringkasnya,
sekedar sengaja meninggalkan hukum Allah adalah kufr
akbar. Ini karena meninggalkan hukum Allah adalah dosa
mukaffir, seperti meninggalkan shalat, mencela Allah dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Sedang dosa-dosa
mukaffir menyebabkan pelakunya kafir hanya sekedar (saat)
melakukannya. Barangsiapa mensyaratkan juhud atau
istihlal untuk mengkafirkannya maka dia telah menganut
faham Murji'ah ekstrim –yang mereka telah dikafirkan oleh
salaf- baik dia tahu maupun tidak….

Jawaban :
Di sini dia ingin mentalbis/menipu para pembaca dengan
menyamakan antara dosa yang kufr akbar yang telah
disepakati oleh para ulama dengan dosa yang tidak
demikian adanya. Masalah meninggalkan hukum Allah
tidak secara mutlak menjadikan pelakunya murtad/ kafir
kufr akbar, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
Adapun masalah meninggalkan shalat dengan masih
meyakini akan kewajibanya, merupakan perselisihan para
ulama ahlussunnah, seperti yang dikatakan oleh Imam ash-
Shabuni Rahimahullahu :

"Ahli hadits berselisih pendapat tentang seorang muslim
yang meninggalkan sholat fardhu dengan sengaja. Orang
tersebut dikatakan kafir oleh imam Ahmad bin Hambal
dan sekelompok ulama salaf yang lain dan mereka
mengeluarkannya dari agama Islam seperti yang
tercantum dalam hadits shohih yang diriwayatkan dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : "Antara seorang hamba
dengan kesyirikan adalah meninggalkan sholat, maka
barangsiapa yang meninggalkan sholat ia kafir." Imam
Syafi 'i Rahimahullahu beserta para sahabat-sahabat beliau
dari ulama salaf –semoga rohmat Allah atas mereka
semua- berpendapat bahwa orang tersebut tidak kafir
selama meyakini kewajibannya. Akan tetapi orang tersebut
berhak untuk dibunuh, seperti orang murtad/keluar dari
Islam yang juga berhak dibunuh. Mereka menafsirkan
hadits diatas : Barangsiapa yang meninggalkan sholat
dengan mengingkari kewajibannya (maka dia kafir)….."25


Adapun mencela Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka ulama sepakat bahwa
ini adalah kufr akbar meski tanpa istihlal, sebagaimana
yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Rahimahullahu :

'Sesungguhnya mencela Allah atau Rasul-Nya adalah
kufur, secara dzahir maupun batin, baik orang tersebut
meyakini hal tersebut diharamkan atau dia
menghalalkannya, atau dia lalai dari keyakinannya. Ini
adalah madzhabnya para fuqaha' dan seluruh
ahlussunnah yang mengatakan bahwa iman itu adalah
ucapan dan amal perbuatan'.26


Berkata Muhammad bin Sahnun Rahimahullahu :
'Para ulama telah sepakat bahwa orang yang mencela Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengolok beliau adalah
kafir…'27

Al-Qadhi Abu Ya'la Rahimahullahu berkata :
'Barangsiapa yang mencela Allah atau Rasul-Nya, maka
dia kafir, baik dia menghalalkannya atau tidak'.28


Jadi para ulama sendiri telah membedakan permasalahanpermasalahan
ini, mereka tidak mencampuradukkan antara
satu dengan yang lainnya. Kalau masalah berhukum
dengan selain hukum Allah, mereka membedakan antara
yang menghalalkan dengan yang tidak. Adapun masalah
mencaci Allah dan Rasul-Nya, mereka sepakat untuk tidak
membedakan antara yang menghalalkan dengan yang tidak.
Tapi beginilah keadaan para pengekor hawa nafsu,
khususnya orang-orang Khawarij yang mengatakan suatu
ucapan haq tapi maksudnya batil.

Dan sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh
Misterius ini tentang dirinya sendiri pada (hal 176):
'Pada hakikatnya, ulama su' (jahat) tidak akan bisa
menyesatkan manusia, kecuali dengan mencampuradukkan
antara yang hak dan yang bati l. Atau, dengan
cara menyembunyikan kebenaran, atau dengan keduanya

sekaligus, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan
yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu,
sedang kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 42)'.

Dengan ucapannya : 'Barangsiapa mensyaratkan juhud
atau istihlal untuk mengkafirkannya maka dia telah
menganut faham Murji 'ah ekstrim –yang mereka telah
dikafirkan oleh salaf- baik dia tahu maupun tidak….',

Secara tidak sadar dia telah berdusta atas nama para ulama
salaf dan bahkan dia berani mengkafirkan para ulama salaf,
karena mereka juga mensyaratkan juhud atau istihlal
untuk mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain
hukum Allah, seperti yang telah kami nukilkan diatas dari
ucapan para ulama salaf seperti Ikrimah, Ibnu Jarir ath-
Thabari, as-Sam'ani, Ibnul Jauzi, Abu Bakar al-Jashshash,
dan masih banyak lagi.

Dari sini pula, kita mengetahui kesalahan penulis misterius
ini yang telah menuduh Syaikh al-Albani Rahimahullahu
sebagai Murji'ah. Dia mengatakan dalam (hal 205) :

'…padahal, ini jelas-jelas madzhab Murji 'ah, dan al-Albani
tidak menerangkan karena dia sendiri berjalan diatas
prinsip-prinsip Murji 'ah, namun pada hakikatnya beliau
berpaham Murji 'atul Fuqaha'.'

Syaikh al-Albani Rahimahullahu dalam hal mensyaratkan
adanya juhud atau istihlal dalam masalah mengkafirkan
orang yang berhukum dengan selain hukum Allah, telah
menelusuri jejak para ulama salaf, seperti yang telah saya
nukilkan diatas. Hal ini berlainan dengan si penulis
misterius ini yang kaidah dan aqidahnya berdasar kepada
ulama Khawarij.

Coba lihat apa yang diucapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Rahimahullahu dalam "Majmu' Fatawa" (3/267-
268) :

"Kapan saja seseorang menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal atau dia merubah syariat yang
telah disepakati , maka dia kafir, murtad menurut
kesepakatan para ulama. Dari sini lah turun ayat -menurut
salah satu dari dua penafsiran- : "Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah :
44) maksudnya : Yang menghalalkan berhukum dengan
selain hukum Allah."

Beliau juga berkata dalam "Minhajus Sunnah An-
Nabawiyah" (5/130) :

'Tidak diragukan lagi , bahwa barangsiapa yang tidak
meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah yang
diturunkan kepada Rasul-Nya, maka dia kafir. Dan
barangsiapa yang menghalalkan untuk menghukumi
diantara manusia dengan apa-apa yang di lihatnya adi l
tanpa mengikuti hukum Allah, maka dia kafir…'.
Lihatlah wahai saudaraku, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Rahimahullahu didalam masalah berhukum dengan selain
hukum Allah membedakan antara yang menghalalkan dan
yang tidak menghalalkan! Hal ini berlainan, ketika beliau
berbicara masalah mencela Allah dan Rasul-Nya, beliau
tidak membedakan antara yang menghalalkan dan yang
tidak menghalalkan, semuanya kufur akbar.
Dan renungkan pula ucapan Syaikh al-Allamah Abdullatif
bin Abdurrahman Alusy Syaikh Rahimahullahu dalam
"Minhajut Ta'sis" (hal. 71) :

'Sesungguhnya yang diharamkan adalah (hukum) yang
bersandarkan kepada syariat yang bati l yang menyelisihi
al-Qur'an dan Sunnah, seperti hukum orang-orang
Yunani , orang kafir dan Tartar, dan undang-undang
mereka yang bersumberkan kepada akal dan hawa nafsu
mereka. Demikian pula dengan hukum orang-orang badui
serta adat istiadat mereka… Barangsiapa yang
menghalalkan berhukum dengan hal-hal diatas dalam
masalah darah atau selainnya maka dia kafir. Allah ta'ala
berfirman : "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang
yang kafir". (QS.Al-Maidah : 44)

Ayat ini disebutkan oleh para ulama tafsir, bahwa
kekafiran yang dimaksud di dalamnya adalah kufrun
duuna kufri al-akbar (kufur keci l), karena mereka
memahami bahwa ayat tersebut mencakup siapa saja yang
berhukum dengan selain hukum Allah, sedangkan dia
dalam keadaan tidak menghalalkannya. Dan mereka
tidak menutup kemungkinan, bahwa ayat tersebut juga
mencakup orang yang menghalalkannya, dan hal itu
mengeluarkannya dari Islam.'

Wahai para pembaca yang budiman, siapakah yang sesuai
dengan ulama ahlussunnah, Syaikh al-Albani ataukah
Syaikh Abdul Qadir yang misterius ini ?!
Dan yang aneh lagi, terkadang Syaikh al-Albani dikatakan
berpahaman Murji'atul Fuqaha' –seperti diatas-, dan
terkadang dikatakan mengikuti pendapat Murji'ah ekstrim,
seperti dalam (hal 187 dan 189). Inilah keplin-planan para
ahli waris Dzul Khuwaishirah at-Tamimi! Dan ini
menunjukkan akan kebatilan tuduhan tersebut. Tentang
masalah ini, silahkan lihat kembali adz-Dzakhirah edisi 21
"Dakwah Salafiyah bukan Murji'ah". [atau download dari
Maktabah Abu Salma].

Dan yang paling aneh lagi, kenapa para ulama selain Syaikh
al-Albani yang sama dengan beliau -baik yang dahulu
maupun sekarang-, dalam mensyaratkan adanya istihlal
untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan
hukum Allah, tidak dikatakan sebagai Murji'ah pula ?!

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orangorang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." [QS. Al-Maidah : 8]

Surat kabar "Asy-syarqul ausath" pada edisi 6156 tertanggal
12/5/1416 H memuat makalah Samahatu Syaikh, al-
'Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahllahu,
beliau berkata :

"Aku telah mengetahui jawaban yang bermanfaat dan
lurus dari Fadhi latusy Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albani –semoga Allah memberinya taufik- yang dimuat oleh
surat kabar "Asy-Syarqul Ausath" dan "Al-Muslimun", ketika
beliau menjawab pertanyaan tentang pengkafiran orang
yang berhukum dengan selain hukum Allah tanpa adanya
perincian. Aku mendapatkannya sebagai suatu jawaban
yang berharga dan beliau telah benar dalam hal ini . Beliau
–semoga Allah memberinya taufiq- menempuh jalannya
kaum mukminin serta beliau menjelaskan, bahwa tidak
boleh bagi seorangpun dari manusia untuk mengkafirkan
orang yang berhukum dengan selain hukum Allah hanya
sekedar mengerjakan (selain hukum Allah tersebut), tanpa
mengetahui bahwa dia menghalalkannya dalam hati . Dan
beliaupun berdali l dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu ‘anhu dan dari salaf umat ini .
Tidak diragukan lagi , bahwa jawaban beliau tentang tafsir
ketiga ayat ini (Surat Al-Maidah : 44, 45 dan 47) sudah
benar. Beliau menjelaskan –semoga Allah memberinya
taufik- bahwa kufur itu ada dua : kufur besar dan keci l,
sebagaimana kedzoliman dan kefasikan itu ada dua : besar
dan keci l. Barangsiapa yang menghalalkan berhukum
dengan selain hukum Allah atau zina, riba atau yang
lainnya dari hal-hal yang diharamkan secara i jma', maka
dia kafir kufur besar, dzolim dengan kedzoliman yang
besar serta fasik dengan kefasikan yang besar. Dan
barangsiapa yang melakukannya tanpa ada penghalalan,
maka kekafirannya adalah kufur keci l, dan kedzolimannya
keci l, demikian pula kefasikannya."

Dan renungkan pula jawaban fatwa Lajnah Daimah (no.
5741) dibawah ini :

Pertanyaan : Barangsiapa yang berhukum dengan selain
hukum Allah, apakah dia masih muslim ? ataukah sudah
kafir besar dan masih diterima amal ibadahnya ?

Jawaban : 'Segala puji bagi Allah saja, shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, keluarga, dan
para sahabat, wa ba'du :

Allah ta'ala berfirman : "Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." [QS. Al-Maidah :
44] dan firman-Nya :

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang zalim." [QS. Al-Maidah : 45] dan firman-Nya :

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang fasik." [QS. Al-Maidah : 47]

Akan tetapi , barangsiapa yang menghalalkan hal tersebut
dan meyakini akan kebolehannya, maka dia kafir besar,
dzalim besar dan fasik besar yang mengeluarkannya dari
agama. Sebagaimana hal ini telah di jelaskan oleh para
ulama dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut. Wabillahi attaufik,
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah, keluarga, dan para sahabat.

Sebagai penutup, saya ingin menghadiahkan untuk
saudara-saudaraku, khususnya Ustadz Abu Bakar Ba'asyir
–semoga Allah memberinya petunjuk- nasehat seorang
ulama salaf yang bernama Ubeidullah bin Hasan al-Anbari
Rahimahullahu, beliau berkata :

'Menjadi pengekor kebenaran, itu lebih aku cintai
daripada aku menjadi tokoh kebatilan'.29




footnote :

1 “Asy-Syariah” (1/342).
2 “At-Tamhid” (17/16)

3 “Ahkamul Qur’an” (2/534).
4 “Tafsir Abi Muzhoffar As-Sam’ani” (2/42).
5 “Masaaailil Iman” (340-341).
6 “Al-Bahrul Muhith” (3/493).

7 “Al-Jami’ li ahkamil Qur’an” (6/191).
8 Ini adalah terjemahan dari salah satu bab dari kitab "Al-Jami' Fi Thalab Al-'Ilmi Asy-
Syarif" oleh Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz.
9 Nama aslinya adalah DR. Sayid Imam. Salah satu pembesar al-Qaidah.

10 Masalah definisi/kategori negara Islam dan Kafir sudah kami jelaskan dalam edisi 23.
Silahkan lihat kembali.
11 Mungkin yang benar (Bab Iman).
12 "Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah" (2/580)

13 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam "Jami'ul bayan" (6/166) dan selainnya.
14 Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur dalam sunannya (4/1482/749), Ibnu Baththah
dalam "Al-Ibanah" (2/736/1419) dan lain-lain.
15 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam "Jami'ul bayan" (6/166) dan selainnya.
16 Idem.
17 Idem.

18 HR Abdun bin Humaid dalam "Ad-durul Al mansur" (6/88-89)
19 "Suaalaat Ibnu Hani'" (2/192)
20 Dalam "Suaalaat" nya hal.209.
21 Lihat "Mukhtashar tafsir Al-khaazin" (1/310).

22 Idem (1/310).
23 Idem (1/130).

24 "Tafsir Al-Bahrul Muhith" 3/504-505 oleh Muhammad bin Yusuf, yang dikenal dengan
Abu Hayyan Al-Andalusi rahimahullahu.
25 "Aqidatus salaf ashabul hadits" (hal.88-89) oleh Imam Ash-Shobuni.

26 "Ash-Sharim Al-Maslul" (hal.512) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
27 Idem (hal 513)
28 Idem (hal 513)
29 "Al-Ibanah" (2/882) oleh Ibnu Baththah


Sumber pengambilan Materi : Ebook maktabah Abu Salma al atsari
http://dear.to/abusalma

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons