MUQODDIMAH
Sengketa lahan di area pemakaman Mbah Priok alias Habib Hasan bin Muhammad al Haddad, Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4), berubah menjadi pertikaian berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Polisi mengalami luka-luka.
Mbah Priok dikenal sebagai penyebar ajaran agama Islam di tanah Batavia, pada abad ke-18. Sosoknya begitu dihormati, sehingga kerap kali umat Islam berziarah ke makamnya. Rasa hormat warga terhadap sosok karismatik Mbah Priok laksana bensin dan percikan api yang mudah terbakar apabila tokoh yang mereka hormati direndahkan.
Demikian sekilas berita yang hangat baru-baru ini terjadi. Kita semua menyayangkan aksi itu terjadi. Tragedi itu harus diambil pelajaran agar jangan sampai terulang kembali dalam sejarah Indonesia. Caranya adalah dengan melakukan pencerahan dan pemahaman kepada masyarakat dan para tokoh.
Dari tragedi tersebut terdapat pelajaran yang sangat penting sekali, yakni bahwasannya sedemikian kuatnya sikap berlebih-lebihan mayoritas kaum muslimin kepada kuburan yang dikeramatkan, sehingga mereka rela mengorbankan jiwa guna mempertahankannya. Bagaimanakah sebenarnya hukum ‘ngalap’ berkah dengan kuburan?! Inilah yang akan kita bahas dalam kajian kita melalui sebuah kisah tak nyata tentang Imam Syafi’i rahimahullah.
TEKS KISAH
Konon, diceritakan bahwa Imam Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan: “Saya ngalap berkah dengan Abu Hanifah rahimahullah. Aku mendatangi kuburannya setiap hari. Apabila aku ada hajat, maka aku pergi ke kuburannya, sholat dua roka’at dan berdo’a di sisi kuburan Abu Hanifah rahimahullah, kemudian tak lama dari itu Alloh ‘azza wajalla mengabulkan do’aku”.
TAKHRIJ DAN DERAJAT KISAH
BATIL,Kisah ini dicantumkan oleh al-Khothib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad 1/123 dari jalur Umar bin Ishaq bin Ibrohim dari Ali bin Maimun dari asy-Syafi’i. Riwayat ini adalah lemah, bahkan batil, karena Umar bin Ishaq tidak dikenal dan tidak disebutkan dalam kitab-kita;b perowi hadits.[1]
Kisah ini adalah kedustaan yang amat nyata. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Ini adalah kedustaan yang sangat nyata bagi orang yang memiliki ilmu hadits… Orang yang menukil kisah ini hanyalah orang yang sedikit ilmu dan agamanya.”[2] Ibnu Qoyyim rahimahullah juga berkata: “Kisah ini termasuk kedustaan yang sangat nyata.”[3] Dalam kitab Tab’id Syaithon dijelaskan: “Adapun cerita yang dinukil dari Imam Syafi’i rahimahullah bahwa beliau biasa pergi ke kuburan Abu Hanifah rahimahullah, maka itu adalah kisah dusta yang amat nyata.”[4] Maka janganlah engkau dengarkan apa yang dikatakan oleh al-Kautsari bahwa sanad kisah ini adalah shohih[5], karena ini adalah termasuk kesalahannya.
Bukti-Bukti Kebatilan Kisah
Beberapa bukti yang menguatkan kedustaan kisah ini adalah sebagai berikut.
Kisah ini dijadikan dalil oleh sebagian kalangan untuk melegalkan ngalap berkah yang tidak disyari’atkan[8] seperti ngalap berkah kepada kuburan-kuburan orang sholih. Oleh karenanya, masalah tabarruk akan kami singgung secara singkat.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa sesungguhnya tabarruk atau yang biasa disebut dengan ngalap berkah ada dua macam:
1.Tabarruk masyru’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang disyari’atkan. Seperti al-Qur’an, air zam-zam, bulan Romadhon dan sebagainya. Akan tetapi tidak boleh ber tabarruk dengan hal-hal tersebut kecuali sesuai syari’at dan dengan niat bahwa hal itu hanyalah sebab, sedangkan yang memberikan barokah adalah Alloh subhanahu wa ta’aala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
الْبَرَكَةُ مِنَ اللهِ
“Barokah itu (bersumber) dari Alloh subhanahu wa ta’aala.”[9]
2.Tabarruk Mamnu’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyari’atkan. Hukumnya tidak boleh, seperti tabarruk dengan pohon, batu ajaib (!), kuburan, dzat kyai dan lain sebagainya.[10]
Yakinlah bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak madhorot kecuali hanya Alloh ‘azza wajalla semata. Semua itu adalah khurofat jahiliyyah yang diberantas oleh agama Islam. Oleh karena itu, simaklah ucapan Amirul mukminin Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu tatkala berkata ketika mencium hajar aswad:
إِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Saya tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan bahaya atau manfaat. Seandainya saya tidak melihat Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam menciummu maka saya tidak menciummu.”[11]
Imam Ibnul Mulaqqin rahimahullah berkata tentang atsar di atas: “Ucapan ini merupakan pokok dan landasan yang sangat agung dalam masalah ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sekalipun tidak mengetahui alasannya, serta meninggalkan ajaran jahiliyyah berupa pengagungan terhadap patung dan batu. Karena memang tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya kecuali Alloh ‘azza wajalla semata. Sedangkan batu tidak bisa memberikan manfaat, lain halnya dengan keyakinan kaum jahiliyyah terhadap patung-patung mereka.
Maka Umar radhiyallahu ‘anhu ingin memberantas anggapan keliru tersebut yang masih melekat dalam benak manusia.”[12] Jenis tabarruk ini telah diingkari secara keras oleh para ulama Syafi’iyyah. Menarik sekali dalam masalah ini apa yang telah dikisahkan bahwa tatkala ada berita kepada Imam Syafi’i rahimahullah, bahwa sebagian orang ada yang bertabarruk dengan peci Imam Malik rahimahullah, maka serta merta beliau mengingkari perbuatan itu.[13]
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
Pertama: Kisah yang dibawakan oleh akhuna (saudara kami), al-Ustadz Abdulloh Zaen: “Ketika penulis diberi kesempatan ke kota Martapura, sebagian kaum muslimin di sana dengan penuh keprihatinan bercerita: “Kira-kira 1 bulan setelah guru Ijay[17] dimakamkan, nisan di atas kuburannya hampir ambruk. Pasalnya setiap hari puluhan atau ratusan orang berziarah berebut menciumi dan mengusap-usap nisan tersebut!!” Hanya kepada Alloh ‘azza wajalla kita mengadu kejahilan sebagian kaum muslimin tersebut.[18]
Kedua: Kisah yang dibawakan oleh al-Ustadz Muhammad Arifin Badri: “Saya pernah mendengar penuturan salah seorang kawan saya sendiri (dan kisah ini adalah kisah yang ia alami secara langsung). Kawan saya berasal dari salah satu pondok pesantren di Kota Jombang Jawa Timur. Pada suatu hari ia diajak oleh bibinya berkunjung ke daerah Nganjuk –Jawa Timur untuk mengunjungi seorang wali. Setibanya di rumah wali itu, dia dipersilahkan masuk ke ruang tamu laki-laki, sedangkan bibinya dipersilahkan masuk ke ruang tamu wanita. Sepulang dari rumah wali itu, bibinya berkata: “Wah, tadi di ruang wanita, saya menyaksikan beberapa wali, di antaranya ada wali laki-laki yang keluar menemui kita dengan telanjang bulat dan tidak sehelai benang pun menempel di badannya. Setelah berada di tengah-tengah ruangan, wali telanjang itu disodori sebatang rokok oleh sebagian pelayannya. Ia pun mulai mengisap rokok, dan baru beberapa isapan rokoknya dicampakkan ke lantai. Melihat puntung rokok tergeletak di lantai itu, ibu-ibu yang sedang berada di ruang tamu berebut memungutnya. Setelah seorang ibu berhasil mendapatkannya ia langsung memerintahkan anaknya yang masih kecil untuk ganti mengisap puntung rokok tersebut. Alasannya “agar mendapatkan keberkahan sang wali dan menjadi anak pandai.”[19]
Demikianlah pembahasan singkat tentang masalah ini. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Amiin.[20]
Sumber : http://www.abiubaidah.com
Sengketa lahan di area pemakaman Mbah Priok alias Habib Hasan bin Muhammad al Haddad, Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4), berubah menjadi pertikaian berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Polisi mengalami luka-luka.
Mbah Priok dikenal sebagai penyebar ajaran agama Islam di tanah Batavia, pada abad ke-18. Sosoknya begitu dihormati, sehingga kerap kali umat Islam berziarah ke makamnya. Rasa hormat warga terhadap sosok karismatik Mbah Priok laksana bensin dan percikan api yang mudah terbakar apabila tokoh yang mereka hormati direndahkan.
Demikian sekilas berita yang hangat baru-baru ini terjadi. Kita semua menyayangkan aksi itu terjadi. Tragedi itu harus diambil pelajaran agar jangan sampai terulang kembali dalam sejarah Indonesia. Caranya adalah dengan melakukan pencerahan dan pemahaman kepada masyarakat dan para tokoh.
Dari tragedi tersebut terdapat pelajaran yang sangat penting sekali, yakni bahwasannya sedemikian kuatnya sikap berlebih-lebihan mayoritas kaum muslimin kepada kuburan yang dikeramatkan, sehingga mereka rela mengorbankan jiwa guna mempertahankannya. Bagaimanakah sebenarnya hukum ‘ngalap’ berkah dengan kuburan?! Inilah yang akan kita bahas dalam kajian kita melalui sebuah kisah tak nyata tentang Imam Syafi’i rahimahullah.
TEKS KISAH
Konon, diceritakan bahwa Imam Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan: “Saya ngalap berkah dengan Abu Hanifah rahimahullah. Aku mendatangi kuburannya setiap hari. Apabila aku ada hajat, maka aku pergi ke kuburannya, sholat dua roka’at dan berdo’a di sisi kuburan Abu Hanifah rahimahullah, kemudian tak lama dari itu Alloh ‘azza wajalla mengabulkan do’aku”.
TAKHRIJ DAN DERAJAT KISAH
BATIL,Kisah ini dicantumkan oleh al-Khothib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad 1/123 dari jalur Umar bin Ishaq bin Ibrohim dari Ali bin Maimun dari asy-Syafi’i. Riwayat ini adalah lemah, bahkan batil, karena Umar bin Ishaq tidak dikenal dan tidak disebutkan dalam kitab-kita;b perowi hadits.[1]
Kisah ini adalah kedustaan yang amat nyata. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Ini adalah kedustaan yang sangat nyata bagi orang yang memiliki ilmu hadits… Orang yang menukil kisah ini hanyalah orang yang sedikit ilmu dan agamanya.”[2] Ibnu Qoyyim rahimahullah juga berkata: “Kisah ini termasuk kedustaan yang sangat nyata.”[3] Dalam kitab Tab’id Syaithon dijelaskan: “Adapun cerita yang dinukil dari Imam Syafi’i rahimahullah bahwa beliau biasa pergi ke kuburan Abu Hanifah rahimahullah, maka itu adalah kisah dusta yang amat nyata.”[4] Maka janganlah engkau dengarkan apa yang dikatakan oleh al-Kautsari bahwa sanad kisah ini adalah shohih[5], karena ini adalah termasuk kesalahannya.
Bukti-Bukti Kebatilan Kisah
Beberapa bukti yang menguatkan kedustaan kisah ini adalah sebagai berikut.
- Tatkala imam Syafi’i rahimahullah datang ke Baghdad, di sana tidak ada kuburan yang biasa didatangi untuk berdo’a.
- Imam Syafi’i rahimahullah telah melihat di Hijaz, Yaman, Syam, Iraq, Mesir, kuburan-kuburan para Nabi, sahabat dan tabi’in dimana mereka lebih utama daripada Abu Hanifah rahimahullah. Lantas, mengapa beliau hanya pergi ke kuburan Abu Hanifah rahimahullah saja?
- Dalam kitabnya al-Umm 1/278, Imam Syafi’i rahimahullah telah menegaskan bahwa beliau membenci pengagungan kubur karena khawatir fitnah dan kesesatan. Maksud beliau dengan pengagungan yaitu sholat dan berdo’a di sisinya. Apakah mungkin beliau menyelisihi ucapannya sendiri?![6]
- Hal yang menguatkan batilnya kisah ini adalah pengingkaran Imam Abu Hanifah rahimahullah terhadap meminta-minta kepada selain Alloh subhanahu wa ta’aala. Dalam kitab ad-Durr al-Mukhtar dan kitab-kitab Hanafiyyah sering dinukil ucapan Imam Abu Hanifah rahimahullah: “Saya membenci seorang meminta kecuali hanya kepada Alloh ‘azza wajalla”. “Tidak boleh bagi seorang pun meminta kepada selain Alloh ‘azza wajalla akan tetapi justru kepada-Nya saja.” Dan tidak ragu lagi bahwa dalam masalah tawassul pendapat Imam Syafi’i rahimahullah adalah sama dengan pendapat Abu Hanifah rahimahullah. Lantas, bagaimana mungkin beliau bertawassul kepadanya padahal ia tahu bahwa Abu Hanifah rahimahullah membenci dan mengharamkannya? Sama sekali tidak masuk akal. Bahkan hal itu akan membuat murka Imam Abu Hanifah rahimahullah. Semua itu adalah mustahil, kedua Imam ini berlepas diri dari kisah dusta tersebut. Namun, apa yang kita katakan kepada para pendusta?! Hanya kepada Alloh ‘azza wajalla kita mengadu. Ya Alloh, kami berlepas diri dari apa yang mereka perbuat.”[7]
Kisah ini dijadikan dalil oleh sebagian kalangan untuk melegalkan ngalap berkah yang tidak disyari’atkan[8] seperti ngalap berkah kepada kuburan-kuburan orang sholih. Oleh karenanya, masalah tabarruk akan kami singgung secara singkat.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa sesungguhnya tabarruk atau yang biasa disebut dengan ngalap berkah ada dua macam:
1.Tabarruk masyru’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang disyari’atkan. Seperti al-Qur’an, air zam-zam, bulan Romadhon dan sebagainya. Akan tetapi tidak boleh ber tabarruk dengan hal-hal tersebut kecuali sesuai syari’at dan dengan niat bahwa hal itu hanyalah sebab, sedangkan yang memberikan barokah adalah Alloh subhanahu wa ta’aala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
الْبَرَكَةُ مِنَ اللهِ
“Barokah itu (bersumber) dari Alloh subhanahu wa ta’aala.”[9]
2.Tabarruk Mamnu’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyari’atkan. Hukumnya tidak boleh, seperti tabarruk dengan pohon, batu ajaib (!), kuburan, dzat kyai dan lain sebagainya.[10]
Yakinlah bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak madhorot kecuali hanya Alloh ‘azza wajalla semata. Semua itu adalah khurofat jahiliyyah yang diberantas oleh agama Islam. Oleh karena itu, simaklah ucapan Amirul mukminin Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu tatkala berkata ketika mencium hajar aswad:
إِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Saya tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan bahaya atau manfaat. Seandainya saya tidak melihat Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam menciummu maka saya tidak menciummu.”[11]
Imam Ibnul Mulaqqin rahimahullah berkata tentang atsar di atas: “Ucapan ini merupakan pokok dan landasan yang sangat agung dalam masalah ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sekalipun tidak mengetahui alasannya, serta meninggalkan ajaran jahiliyyah berupa pengagungan terhadap patung dan batu. Karena memang tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya kecuali Alloh ‘azza wajalla semata. Sedangkan batu tidak bisa memberikan manfaat, lain halnya dengan keyakinan kaum jahiliyyah terhadap patung-patung mereka.
Maka Umar radhiyallahu ‘anhu ingin memberantas anggapan keliru tersebut yang masih melekat dalam benak manusia.”[12] Jenis tabarruk ini telah diingkari secara keras oleh para ulama Syafi’iyyah. Menarik sekali dalam masalah ini apa yang telah dikisahkan bahwa tatkala ada berita kepada Imam Syafi’i rahimahullah, bahwa sebagian orang ada yang bertabarruk dengan peci Imam Malik rahimahullah, maka serta merta beliau mengingkari perbuatan itu.[13]
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
Al-Ghozali juga berkata:وَمَنْ خَطَرَ بِبَالِهِ أَنَّ الْمَسْحَ بِالْيَدِ وَنَحْوِهِ أَبْلَغُ فِي الْبَرَكَةِ فَهُوَ مِنْ جَهَالَتِهِ وَغَفْلَتِهِ لِأَنَّ الْبَرَكَةَ إِنَّمَا هِيَ فِيْمَا وَافَقَ الشَّرْعَ وَكَيْفَ يَنْبَغِي الْفَضْلَ فِيْ مُخَالَفَةِ الصَّوَابِ؟“Barangsiapa yang terbersit dalam hatinya, bahwa mengusap-usap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan barokah, maka hal itu menunjukkan kejahilannya dan kelalaiannya. Karena barokah itu hanyalah yang sesuai dengan syari’at. Bagaimanakah mencari keutamaan dengan menyelisihi kebenaran?!.”[14]
Demikianlah ketegasan para ulama Syafi’iyyah.[16] Bandingkanlah hal ini dengan fakta yang ada pada kaum muslimin sekarang!! Berikut ini dua kisah nyata tentang fakta di lapangan sekarang, kemudian saya serahkan komentar dan hukumnya kepada para pembaca sekalian.فَإِنَّ الْمَسَّ وَالتَّقْبِيْلَ لِلْمَشَاهِدِ عَادَةُ الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى“Sesungguhnya mengusap-usap dan menciumi kuburan merupakan adapt istiadat kaum Yahudi dan Nasrani.”[15]
Pertama: Kisah yang dibawakan oleh akhuna (saudara kami), al-Ustadz Abdulloh Zaen: “Ketika penulis diberi kesempatan ke kota Martapura, sebagian kaum muslimin di sana dengan penuh keprihatinan bercerita: “Kira-kira 1 bulan setelah guru Ijay[17] dimakamkan, nisan di atas kuburannya hampir ambruk. Pasalnya setiap hari puluhan atau ratusan orang berziarah berebut menciumi dan mengusap-usap nisan tersebut!!” Hanya kepada Alloh ‘azza wajalla kita mengadu kejahilan sebagian kaum muslimin tersebut.[18]
Kedua: Kisah yang dibawakan oleh al-Ustadz Muhammad Arifin Badri: “Saya pernah mendengar penuturan salah seorang kawan saya sendiri (dan kisah ini adalah kisah yang ia alami secara langsung). Kawan saya berasal dari salah satu pondok pesantren di Kota Jombang Jawa Timur. Pada suatu hari ia diajak oleh bibinya berkunjung ke daerah Nganjuk –Jawa Timur untuk mengunjungi seorang wali. Setibanya di rumah wali itu, dia dipersilahkan masuk ke ruang tamu laki-laki, sedangkan bibinya dipersilahkan masuk ke ruang tamu wanita. Sepulang dari rumah wali itu, bibinya berkata: “Wah, tadi di ruang wanita, saya menyaksikan beberapa wali, di antaranya ada wali laki-laki yang keluar menemui kita dengan telanjang bulat dan tidak sehelai benang pun menempel di badannya. Setelah berada di tengah-tengah ruangan, wali telanjang itu disodori sebatang rokok oleh sebagian pelayannya. Ia pun mulai mengisap rokok, dan baru beberapa isapan rokoknya dicampakkan ke lantai. Melihat puntung rokok tergeletak di lantai itu, ibu-ibu yang sedang berada di ruang tamu berebut memungutnya. Setelah seorang ibu berhasil mendapatkannya ia langsung memerintahkan anaknya yang masih kecil untuk ganti mengisap puntung rokok tersebut. Alasannya “agar mendapatkan keberkahan sang wali dan menjadi anak pandai.”[19]
Demikianlah pembahasan singkat tentang masalah ini. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Amiin.[20]
Sumber : http://www.abiubaidah.com
_____________________________________________________________________________________
[1] Lihat Silsilah Ahadits Adh-Dho’ifah 1/78 oleh al-Albani.
[2] Iqtidho’ Shirothil Mustaqim 2/685-686.
[3] Ighotsatul Lahfan 1/399.
[4] At-Tawashul Ila Haqiqoti Tawassul hlm. 339-340.
[5] Maqolat al-Kautsari hlm. 381.
[6] Lihat Iqtidho’ Shirothil Mustaqim 2/686 oleh Ibnu Taimiyyah dan at-Tabarruk hlm. 345 oleh Dr. Nashir al-Judai’.
[7] Qoshoshun Laa Tatsbutu 2/85-86 oleh Syaikhuna Masyhur bin Hasan Salman hafidzahullahu ta’ala.
[8] Persis dengan kisah ini juga kisah tentang tabarruknya Imam Syafi’i rahimahullah dengan bajunya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kisah ini dibawakan oleh Ibnul Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal hlm. 609-610. Kisah ini adalah kisah yang tidak shohih. (Lihat Siyar A’lam Nubala’ 12/587-588 oleh adz-Dzahabi, at-Tabarruk hlm. 386-387 oleh Dr. Nashir al-Juda’i, Qoshoshun Laa Tatsbutu 4/85-90 oleh Yusuf al-‘Atiq).
[9] HR. Bukhori 3579.
[10] Lihat masalah tabarruk secara luas dan bagus dalam kitab “at-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu” oleh DR. Nashir bin Abdirrohman al-Judai’.
[11] HR. Bukhori 1597 dan Muslim 1270.
[12] Al-I’lam bi Fawa’id Umdatil Ahkam 6/190. Lihat komentar indah para ulama madzhab Syafi’i lainnya tentang atsar ini dalam Juhud Syafi’iyyah fi Taqrir Tauhidil Ibadah oleh DR. Abdulloh al-‘Anquri hlm. 582-584.
[13] Lihat Manaqib Syafi’I 1/508 oleh al-Baihaqi dan Syarh Arba’in al-‘Ajluniyyah hlm. 262-263 oleh Syaikh Jamaluddin al-Qosimi.
[14] Al-Majmu’ Syarh Muhadzab 8/275.
[15] Ihya’ Ulumuddin 1/254.
[16] Lihat secara luas upaya ulama madzhab Syafi’iyyah dalam menjelaskan tauhid ibadah dan memberantas syirik dalam Juhud Syafi’iyyah fi Taqrir Tauhid Ibadah oleh Dr. Abdulloh al-‘Unquri, Bayanu Syirki ‘Inda Ulama Syafi’iyyah oleh Dr. Abdurrohman al-Khumais, Imam Syafi’i Menggugat Syirik oleh akhuna al-Fadhil al-Ustadz Abdulloh Zaen.
[17] Dia bernama Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni, salah seorang yang sangat ditokohkan di Kalimantan. Meninggal pada 05 Rojab 1426 H/10 Agustus 2005. Di antara keanehannya dia pernah mengaku mimpi bertemu Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam dan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sujud kepadanya!!! Allohul Musta’an.
[18] Imam Syafi’i Menggugat Syirik hlm. 115-116.
[19] Dzikir ‘Ala Tasawwuf hlm. 45.
[20] Pembahasan ini dinukil dari bahan buku yang sedang disusun oleh penulis dengan judul “Manhaj Salafi Imam Syafi’i.” Semoga Alloh ta’ala memudahkan penyempurnaannya dengan rohmat-Nya. Amiin.